Selasa, 15 Juni 2010

Berpolitik Tidak Harus Lupa Etika

Semenjak bahkan sebelum dipukulnya tabu masa kampanye, berbagai jurus jitu telah ditempuh oleh para politisi untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Mulai dari penyampaian visi-misi partai yang mengusungnya, membaur dengan masyarakat, memberi sumbangan, melontarkan janji-janji manis yang oh sangat menggiurkan dan muluk-muluk sekali.
Hal itu sungguh adalah hal yang wajar bahkan sah-sah saja jika ditilik dari sudut kacamata demokrasi. Namanya saja “politik’. Poly yang mungkin diartikannya “banyak”, serta “tik/trik” adalah cara. Jadi sangat tidak aneh bagi sebuah negara Indonesia yang sangat aneh jika berbagai macam cara ditempuh untuk meraih kesuksesan dalam sudut pandang ambisiusme mereka.

Halmitu bagi saya, seseorang yang “sama sekali” tidak mengerti tentang politik, tidaklah begitu aneh---- saya enggan mengatakannya---- kebodohan dan pembodohan di atas kemegahan singgasana demokrasi yang diagung-agungkan dengan simbol kemajuan, berpilarkan “atas nama rakyat”. Tidak begitu aneh, ya tidak begitu aneh jika dibandingkan dengan sifat saling menghina dan saling memojokkan antara politisi yang satu dengan yang lainnya. Sangat menyedihkan jika saya melihat masyarakat kampung yang baru belajar berpolitik. Tanpa mereka sadari bahwa mereka telah menjadi korban bulan-bulanan para caleg. Mereka seolah-olah berbangga ketika dipercaya sebagai tim sukses salah seorang caleg. Mereka mencoba berpolitik padahal mereka tidak tahu etika dalam berpolitik. Pikiran mereka telah diracuni oleh para caleg untuk membenci dan memojokkan caleg yang lain, bahkan terkadang masih tergolong dari keluarga atau temannya sendiri. Bukannya saya menyalahkan karena mereka telah terjun dan berkecimpung dalam bidang politik. Terjun dan berkecimpung itu bagus. Bukankah itu ciri masyarakat demokrasi, kata”nya”. Tapi saya takut mereka itu terjun dan langsung nyemplung. Penasaran ya, bagaiman deskripsinya……..? Renungkanlah…!
Doktrin politik yang telah dimasukkan oleh para caleg terhadap otak mereka sangat tidak menggambarkan sebagai masyarakat demokrasi. Mereka mengesankan kepada tim suksenya (kalau mau, katakana saja “Tim Penggagal Demokrasi) bahwa semua politisi itu kotor dan kurang ajar, yang sebenarnya semua itu sangat tidak beralasan, hal itu hanya menisbatkan pada dirinya sendiri yang “kotor dan kurang ajar”. Inilah yang saya anggap sangat aneh, seorang politisi yang tidak tahu etika berpolitik menyamakan dan menjustifisikan politisi lain yang bersih dan tahu etika persis dengan dirinya. Di mana yang ada poltisi semacam itu.? Setahu saya sich di kampung saya. Bagaimana dengan di kampung lain atau kota-kota.? Saya rasa tidak ada. Tidaka ada bedanya maksudnya, kalau memang malu untuk mengatakan lebih parah. Jadi melalui ini, saya mau memberi “saran” sebagai seorang anak yang masih ingusan kepada seseorang yang baru belajar merangkak dalam berpolitik ataupun yang sudah lumpuh karena politik. Berpolitiklah dengan sehat. Jangan racuni masyarakat Sebenarnya tujuan utama dari pilitik dan memang pada asal mualanya adalah mulia dan luhur. Cuma seiring dengan semakin gilanya zaman, maka seolah-olah politisi juga dituntut untuk gila. Karena tidak bisa meyakinkan bahwa visi-misi politiknya betul-betul serius dan tulus serta akan sukses, maka jalan yang dipilih adalah saling menghina sesama politisi, dianggapanya jalan mulus, padahal tandus, paling tidak mereka yang masih punya akal, nurani, solidaritas sosial ataupun yang menjunjung nilai keagamaan, kalau yang lain memang tidak mau. Perlu saya tegaskan agar tidak salah kaprah, “Bahwa Tidak Semua Politisi Itu Kotor”. Karena saya pernah dengar pernyataan dari seorang politisi-tokoh agama, “ Kalau negara ini dibiarkan kepada mereka (yang tidak punya etika politik) maka akan hancur Negara ini, makanya saya berkecimpung dalam bidang politik”. Subhanallah…! Mulia sekali. Mudah-mudahan politisi yang berjiwa dan bercita-cita seperti ini sukses dunia-akhirat. Amin..! Para politisi, mari merenung, apa yang kalian cari.? Sekian. Semoga jadi bahan renungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar