Hadis Nomor 1:
Anjuran Untuk Menyangi Makhluk: Disertai dengan Suatu Kisah
Dari Abdullah ibn Umar ra., ia berkata, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang penyayang akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Maka, sayangilah oleh kalian apa yang ada di bumi, niscaya kalian akan disyangi oleh yang ada di langit”
Berkenaan dengan hadis ini, ada cerita tentang Umar ibn Khattab. Pada suatu hari beliau berjalan di sudut-sudut kota Madinah. Beliau melihat anak kecil, yang di tangannya ada seekor burung kecil sedang dipermainkannya. Melihat hal tersebut, beliau menjadi iba pada sang burung, sehingga dibelinya kemudian dilepas ke udara bebas.
Ketika Umar wafat, jumhurul ulama’ (mayoritas ulama) melihatnya dalam mimpi. Mereka bertanya tentang keberadaan Umar, “Apa yang Allah berlakukan atasmu wahai, Umar?”. Umar menjawab, “Allah mengampuni dosa-dosaku dan membebaskanku”. “Dengan sebab apa, kedermawananmu, keadilanmu ataukah kezuhudanmu?”. tanya mereka. Umar berkata, “Setelah kalian meletakkanku dalam pusara, menimbunku dengan tanah dan meninggalkanku sendirian, datanglah dua malaikat yang sangat dahsyat. Pikirangku mengambang dan seluruh persendianku gemetar karena kedahsyatannya. Mereka menhampriku, mendudukkanku dan berkehendak menanyakan sesuatu terhadapku. Lalu kudengar suara yang aku tak tahu dari mana asalnya, “Tinggalkanlah hamba-Ku dan janganlah kalian menakuti-nakutinya, karena sesungguhnya Aku mengasihinya dan membebaskannya, lantaran ia mengasisihi seekor burung kecil ketika di dunia, maka Aku mengasisihinya di kehidupan sesudah dunia”
Ada juga cerita lain. Seorang pemuda Bani Israil sedang berjalan di padang pasir, sementara pada saat itu kelaparan (masa sulit) sedang menimpa Bani Israil. Sang pemuda berharap (berangan-angan) dalam dinya, “Seandainya saja butiran pasir ini berubah menjadi tepung, niscaya aku bisa memberi makan orang Bani Israil”.
Kemudian Allah menyampaikan wahyu kepada salah seorang nabi dari Bani Israil saat itu, “Katakanlah kepada pemuda itu bahwa Allah swt. telah memberi kamu pahala yang setara dengan butiran pasir itu, yang sekiranya menjadi tepung kamu akan mensedakahkannya”.
Barangsiapa yang mengasihi hamba-hamba Allah, niscaya Allah swt. akan mengasihinya, seperti pemuda Bani Israil dalam kisah di atas ketika ia berkata, “Seandainya butiran pasir ini berubah jadi tepung, niscaya aku bisa memberi makan orang banyak”. Maka, pemuda tersebut benar-benar mendapatkan pahala, layaknya ia telah melakukannya.
Hadis Nomor 2:
Larangan Agar Tidak Putus Asa dari Rahmat Allah swt.: Disertai dengan Suatu Kisah
Dari ibn Mas’ud ra., ia berkata, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Orang jahat yang mengharapkan rahmat Allah swt lebih dekat kepada-Nya dari pada orang yang ahli ibadah (taat), tapi putus asa dari rahmat-Nya”
Muhammad ibn Abubakar berkata, telah sampai kepadaku suatu kabar dari Zaid ibn Aslam dari Umar, bahwasannya ada seorang laki-laki pada zaman umat dahulu yang sungguh-sungguh dalam beribadah dan memantapkan diri (istiqamah), tapi ia memutus hubungan dengan manusia dari rahmat Allah swt.. Setelah mati, ia berkata, “Wahai Tuhanku, apa yang tersedia untukku di sisi-Mu?”. “Neraka”, jawab Tuhan. “Wahai Tuhanku, di mana ibadah dan kesungguhanku”, protesnya. Tuhan menjawab, “Sesungguhnya kamu telah berputus asa terhadap manusia dari rahmat-Ku ketika di dunia. Maka, hari ini Kuputuskan darimu rahmat-Ku”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw., bersabda, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang sama sekali tidak melakukan amal kebajikan, selain bertauhid (percaya terhadap Allah swt.). Ketika menjelang kematian, ia berkata (berpesan) kepada keluarganya, “Jika aku sudah mati, bakarlah tubuhku dengan api sehingga menjadi abu, lalu buanglah ke laut di saat membusuk”. Keluarganya pun melakukan permintaannya. Lalu pada saat itulah, ia berada dalam genggaman (kebijaksanaan) Allah swt. Allah swt. bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal ini?”. “Karena takut pada-Mu”, jawab lelaki itu. Maka, Allah mengampuninya karena rasa takut (khauf) nya itu, padahal dia tidak melakukan kebajikan sedikit pun, selain bertauhid”.
Berkenaan dengan hadits ini, juga ada cerita. Ada seorang laki-laki pada masa nabi Musa as. Ketika ia mati, orang-orang enggan untuk memandikan dan menguburkannya lantaran kefasikannya. Justru, orang-orang menyeret kakinya dan membuangnya di tempat pembuangan sampah. Kemudian Allah swt. menyampaikan wahyu kepada nabi Musa as. Allah swt. berfirman, “Wahai Musa, telah meninggal dunia seorang laki-laki di suatu kampung di tempat pembuangan sampah. Dia adalah salah seorang kekasih di antara kekasih-kekasih-Ku. Tapi, orang-orang tidak mau memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Pergilah kamu ke sana. Mandikan, kafani, shalatkan dan kuburkanlah dia. Kemudian nabi Musa as. datang ke tempat tersebut dan bertanya tentang seseorang yang meninngal. Kemudian orang-orang berkata, “Telah mati seorang laki-laki dalam keadaan sifat begini-begitu. Sungguh ia fasik dan terkutuk”. Kemudian nabi Musa as. bertanya, “Di mana tempatnya? Karena sesungguhnya aku diprintahkan oleh Allah swt. untuk memuliakannya. Beri tahu (tunjukkan) kepadaku di mana tempatnya?. Berangkatlah nabi Musa as. bersama orang-orang tersebut.
Ketika nabi Musa as. melihat laki-laki itu dalam keadaan terbuang di tempat pembuangan sampah dan orang-orang memberi tahu (menceritakan) tentang keburukan prilakunya, bermunajatlah ia kepada Allah swt., “Tuhanku, Engkau memrintahkanku untuk menguburkan dan menshalatkanya, sementara kamunya sendiri mempersaksikan dia dengan keburukan. Maka, Engkau Mahatahu dari pada mereka dalam hal terpuji atau tercela”. Kemudian Allah swt. berfirman, “Kaumnya benar yang telah menceritakan tentang keburukan tingkah lakunyaHanya saja, dia mendapatkan syafaat menjelang wafat disebabkan tiga perkara. Jika saja seluruh pelaku dosa dari makhluk-Ku meminta tiga perkara itu, niscaya akan Aku kabulkan. Bagaimana Aku tidak mengasihinya, sementara ia memohon, sedangkan Aku adalah Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang”.
Nabi Musa as. bertanya, “Apa tiga perkara itu”. Allah menjawab, Pertama, ketika waktu kematiannya telah dekat, ia berkata, “Wahai Tuhanku, Engkau lebih tahu dari padaku. Sungguh aku telah melakukan maksiat, sementara aku membenci maksiat dalam hatiku. Tapi, ada tiga hal yang membuatku melakukan maksiat, dengan disertai kebencian terhadap maksiat dalam hatiku. Yang pertama, karena hawa nafsu. Kedua, karena lembut (indah dan senang) nya kemaksiatan. Ketiga, karena iblis laknat. Ketiga hal inilah yang membuatku terjerumus dalam kemaksaiatan. Maka, sungguh Engkau Mahatahu dari padaku tentang apa yang kukatakan. Maka, ampunilah aku”.
Kedua, dia berkata, “Tuhanku, sungguh Engkau tahu bahwa aku telah melkukan maksiat dan lingkunganku adalah bersama orang-orang yang fasiq. Tapi, aku juga cinta (senang) terhadap orang-orang yang shaleh, juga kezuhudannya. Berkumpul bersama mereka lebih aku senangi dari pada bersama orang-orang fasiq”.
Yang ketiga, dia berkata, “Tuhanku, sungguh Engkau tahu tentangku. Sesungguhnya orang-orang yang shaleh lebih aku senangi dari pada orang-orang fasiq. Sehinga, jika dihadapkan keapdaku dua orang, yang satu shaleh (baik) dan yang kedua thaleh (jahat), maka aku akn lebih mendahulukan kebutuhan orang yang shaleh dari pada yang thaleh”.
Muhammad ibn Abubakar berkata dalam riwayat Wahab ibn Manbih, bahwasannya laki-laki itu juga berkata (berdoa), “Tuhanku, jika Engkau dan mengampuni dosa-dosaku, maka akan bahgai kekasih-kekasi dan para nabi-Mu dan bersedihlah setan, musuhku, juga musuh-Mu. Tapi, jka Engkau menyikasaku karena dosa-dosaku, syaitan dan ka bersedih. Dan, sungguh aku tahu bahwa kebahagiaan para kekasih lebih Engkau sukai dari pada kesenangan syaitan dan kawan-kaawannya. Maka ampunilah aku, ya, Allah. Sungguh Engkau tahu apa yang kukatakan. Kasihini dan bebaskanlah aku”.
Allah swt. berfirman kepada nabi Musa as., “Maka Aku mengasihi, mengampuni dan membebaskannya. Sesungguhnya Aku Mahasantun lagi Maha Penyayang, khusunya kepada orang yang mengakui dosanya di hadapan-Ku. Sungguh, laki-laki itu telah mengakui dosanya, maka Kuampuni dan Kubebaskan. Wahai Musa, laksanakanlah apa yang telah Kuperintahksn kepada-Mu, karena sesungguhnya Aku akan mengampuni dosa orang yang menshalati dan mengahdiri waktu pemakamannya”
(Diterjemahakn dari Kitab Mawa’idz al-‘Ushfuriyyah. Masih dalam proses penyelesaian. Mohon doanya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar